Kerak Telur, makanan khas yang melekat dalam budaya masyarakat Betawi, memang tak bisa dipisahkan. Sudah menjadi bagian dari identitas kuliner tradisional yang sangat dihargai oleh penduduk Jakarta.
Menurut Budi Setiawan, seorang ahli kuliner Betawi, Kerak Telur merupakan salah satu warisan leluhur yang harus terus dilestarikan. “Kerak Telur bukan hanya sekadar makanan, tapi juga sebuah simbol keberagaman dan kekayaan budaya Betawi,” ujarnya.
Tidak heran jika Kerak Telur sering ditemui di acara-acara adat maupun festival kuliner di Jakarta. Masyarakat Betawi sangat bangga dengan kuliner khas mereka yang satu ini. Bahkan, menurut Mbak Siti, seorang penjual Kerak Telur di Pasar Minggu, permintaan akan makanan tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun.
Rasa gurih dan tekstur renyah Kerak Telur memang sulit untuk ditolak. Bumbu yang digunakan, seperti bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan ebi, memberikan cita rasa yang khas dan menggugah selera. “Kerak Telur ini bukan hanya enak, tapi juga mengandung sejarah dan makna yang dalam bagi masyarakat Betawi,” tambah Budi Setiawan.
Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan oleh Pusaka Betawi, disebutkan bahwa Kerak Telur sudah dikenal sejak zaman kolonial Belanda di Jakarta. Makanan ini awalnya hanya disajikan untuk keluarga kerajaan, namun seiring dengan perkembangan zaman, Kerak Telur menjadi makanan yang bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat.
Jadi, jangan heran jika Kerak Telur selalu menjadi menu wajib saat perayaan hari besar seperti Idul Fitri atau pernikahan di Jakarta. Masyarakat Betawi memang sangat menjaga keberlangsungan tradisi kuliner mereka, termasuk dalam penyajian Kerak Telur yang lezat dan menggugah selera.